Gudeg
SEJARAH
Gudeg bagi sebagian orang asli Yogyakarta, yang lahir sebelum era
kemerdekaan, seperti Mbah Pawiro Wiyono (75 tahun), petani buta huruf
warga Desa Tlogoadi Kecamatan Mlati merupakan lauk pauk yang sudah
dikenalnya sejak kecil. Nasi gudeg, demikian ia menyebut makanan
tradisional masyarakat Yogyakarta yang terus eksis hingga sekarang. Mbah
Pawiro menyebut gudeg sebagai makanan dari gori (nangka muda) yang
rasanya manis tapi gurih, karena tambahan bumbu arehnya (santan kental)
dan ampas minyak kelapa (klendo) yang lezat. Ditambah lauk pauk lainnya
seperti tahu, sambal krecek dan daging ayam. Artinya, lelaki tua ini
hanya mengenal gudeg basah. Kalau begitu, kapan orang Yogya mengenal
gudeg kering yang relatif lebih awet dan tahan lama?
Gudeg, bukan
berasal dari dalam lingkungan Kraton Yogyakarta. Namun merupakan
makanan tradisional masyarakat. Gori atau nangka muda, adalah bahan
baku utama gudeg yang lebih umum dikenal. Sebab di masa lalu, bahan
baku ini sangat mudah diperoleh di kebun-kebun milik masyarakat
Yogyakarta. “Walaupun ada pula bahan lainnya seperti manggar (pondoh
kelapa), karena dulu batang pohon kelapa kerap dijadikan bahan bangunan
dan jumlahnya banyak, tidak seperti sekarang. Selain itu ada pula
gudeg dari rebung (anakan pohon bambu), tapi yang ini sekarang amat
langka dibuat gudeg. Di jaman dulu orang Yogya hanya mengenal satu
jenis gudeg, yakni gudeg basah. Gudeg kering dikenal setelahnya,
sekitar 57-an tahun dari saat sekarang ini. Hal ini setelah orang-orang
dari luar Yogya mulai membawanya sebagai oleh-oleh. Keuntungannya,
gudeg pun tumbuh sebagai home industry makanan tradisional di
Yogya.ketika kami membahas kemungkinan makanan ini merupakan bekal
berperang bagi pasukan Sultan Agung saat menyerbu Batavia, ternyata
juga tidak tepat dianggap demikian. Apalagi tak ditemukan adanya
literatur yang menyebutkan hal ini. Seperti disebut di bagian awal, di
masa lalu orang Yogya belum mengenal gudeg kering yang biasa ditaruh di
besek atau kendil, serta awet dibawa ke luar kota. “Pada penyerbuan
pertama ke Batavia di tahun 1726-1728, pasukan Sultan Agung kalah.
Setelah dibahas bersama para penasihat dan panglima perangnya,
kekalahan pasukannya karena banyak yang mati dan lelah akibat
kelaparan. Kesimpulannya, pasukan mereka butuh beras untuk tetap kuat
sampai ke Batavia, ketika menceritakan kembali penyerbuan itu,
berdasarkan literatur yang dibacanya. Lalu akhirnya pada penyerbuan
pasukan Sultan Agung yang kedua kalinya, dibuatlah daerah-daerah
logistik di kawasan Pantura. Dari sinilah muncul wilayah yang disebut
Batang, Brebes, Bumiayu dan lainnya, yang menjadi lumbung beras bagi
pasukannya. “Soal lauk pauknya apa, ya apa yang dapat dimasak di daerah
logistik tersebut. Tidak harus gudeg, apalagi belum ada gudeg kering.
Selain itu berdasarkan informasi dari abdi dalem Kraton Yogyakarta yang
sudah sepuh, menu gudeg tidak berasal dari dalam istana. Tidak seperti
stup jagung, yang memang dari istana karena menjadi klangenan salah
satu sultan,” lanjut Herman. Tentu saja penuturan ini bukanlah sebuah
akhir dari suatu diskusi tentang sejarah gudeg. Sebab siapa tahu, ada
yang dapat menjelaskan lebih baik lagi.
CARA MEMBUAT
-
-
-
-